UTANG RASA
Tepat sebelum saya menulis
ini saya menemukan video IGTV dari bapak presiden Jancukers, Mbah Sudjiwo Tejo,
yang berisi video-video #UtangRasa dari berbagai seniman, dan saya kaget ketika
Iwa K, salah satu rapper idola saya juga ikut membuat video #UtangRasa. Lalu saya
mencari video asli lagu Utang Rasa di Youtube, di channel youtube mbah Tejo
sendiri. Seketika mata saya berkacakaca (ya memang saya memakai kacamata sih). Saya
terharu teringat oleh teman-teman saya, keluarga saya, adik-adik saya, dan
orang tua saya. Oleh karena itu, akan saya nyayikan lagu Utang Rasa tersebut
(meskipun saya belum hafal nadanya).
Urip, urip
(life,life)
Urip mung sadelo …
(life is but a moment)
Hidup hanya sebentar. Bukan soal
hitungan jam, hari, bulan, dan tahun.
Urip, urip
(life, life)
Urip mung sadelo mampir ngombe
(life is but a moment like stopping for a drink)
Hidup hanya sebentar seperti
orang yang berhenti untuk minum. Dulu ketika awal-awal saya kuliah, ibu saya berkata
ke bapak saya, “iya ya, sekarang anak kita sudah kuliah, sepertinya kemarin
kita baru mendaftarkan dia di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP)”. Seperti yang
saya rasakan sekarang, rasanya baru beberapa waktu lalu saya mulai menjejakkan
kaki di tanah Jogja, tenyata saya sudah hampir 7 tahun di sini.
Urip, urip
(life, life)
Urip mung sadelo mampir ngombe mbayar utang
(life is but a moment like stopping for a drink , paying a debt)
Hidup juga seperti membayar
utang. Awalnya utang, mencari cara untuk membayar utang, utang lagi, begitu
seterusnya.
Urip, urip
(life, lfe)
Urip mung sadelo mampir ngombe mbayar utang, utang roso nang kancane
(life is but a moment like stopping for a drink, paying a debt, a debt
to a friend)
Banyak sekali utang rasaku
kepada seluruh teman-temanku. Utang rasa kepada teman-teman masa kecilku, yang
ketika saya menginjak usia Madrasah Tsanawiyah kalian sudah menapaki jalan
kalian masing-masing. Kalianlah yang mengisi sebagian masa kecilku. Kalian yang
tanpa kalian sadari telah menghiburku ketika saya habis dimarahi bapakku.
Utang rasaku kepada
teman-temanku di Madrasah Tsanawiyah yang mengajariku berbagai hal. Mengajariku
bermain internet, mengajariku bermain Facebook,
dan mengajariku membolos untuk bermain Play
Station sampai aku di sidang oleh wali kelasku.
Utang rasaku kepada teman-temanku
di Madrasah Aliyah. Kalian semua sudah mengajariku banyak hal, membuat
pandanganku semakin luas. Mengajariku menggunakan semua kesempatan yang ada
walaupun dalam kesempitan. Mengajariku meluaskan kesempatan walaupun dalam
kesempitan. Terutama teman-teman satu kamar di kamar Abdullah bin Umar di
Komplek F Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati. Kepada seorang
teman yang mengenalkanku kepada musik hiphop
yang sampai sekarang aku masih jatuh cinta dengan musik ini.
Utang rasaku kepada
teman-teman yang kukenal semasa kuliah. Kepada teman-temanku, lima orang yang
masing-masing saya juluki “Si Dukun”, “Si Salik”, “Si Gelap”, “Si Ngefly
Setrika”, “Si Sesepuh”, dan tambah satu orang “Si Takmir”, jadi enam orang. Kalianlah
yang tanpa kalian sadari menuntunku menempuh jalan yang sedang kulalui. Begitu juga
dengan “Jayus” yang tiba-tiba datang membuatku utang rasa kepadanya dan
sekarang entah dimana dia berada.
Utang rasaku kepada seorang
teman sekaligus seorang guruku yang sudah rela megajariku tentang segala hal
dalam membuat komik. Seorang yang selalu saya kagumi dari sejak karyanya yang
berjudul “Supi”, “Babad Jahiliyah”, “Bainahuma”, “Si Toyeb”, “Kadet Soewoko”, “22
Tokoh Kekasih Allah”, sampai “Sejuknya Hati Hamba Ilahi”, dan karya-karyanya yang
lain.
Utang rasaku kepada seorang teman yang menjadi tempatku untuk membahas
soal perempuan dan jatuh cinta.
Kang mongko utang roso ra
mung nang kancane
(although a debt of feeling
is owed not just to friends)
Kang mongk utang roso yo ro
wong tuwane
(but also to our parent)
Yo sanak yo kekadang yo
sadulur yo barayat yo tanggane
(to family near and far, to
neighbours)
Sak kabeh kabeh kabehe …
(and to many more)
Utang rasaku yang bahkan tak bisa diukur oleh apapun di dunia ini kepada
orang tuaku. Merekalah yang dengan sepenuh hati dan segenap jiwa mendukungku
ketika kuambil jalan yang berbeda dengan yang mereka harapkan. Kepada bapakku
yang dengan kebodohanku baru kutahu bahwa pelukanmu jauh lebih hangat dari
semua selimut yang pernah kupakai. Yang dengan kebodohanku baru kutahu lima
tahun terakhir ini ketika pertama kali kupeluk engkau di saat akan berangkat
haji. Yang dengan kebodohanku pernah membuatmu menangis kecewa yang baru kutahu
ketika ibu bercerita kepadaku. Lalu kepada ibuku yang aku paham bahwa engkau
selalu berkaca-kaca menahan haru ketika aku melangkah selangkah lebih maju,
ketika aku sampai pada sebuah pencapaian. Aku tahu bahwa itu adalah salah satu
doamu dan doa bapak yang telah dikabulkan. Kepada adikku yang sudah melangkah
jauh di depanku. Yang sudah jauh melangkah melampaui harapan bapak dan ibu.
Ra kebayar utang-utang
rasaku
(I cannot repay my debt of
feeling)
Sing tak bayar among pikiran
lan tenagamu
(I can only pay for thoughts
and energy)
Ra kebayar utang-utang
rasaku
(I cannot repay my debt of
feeling)
Sing tak bayar mung wektu
pikiran lan ototmu
(I can only pay for time,
thought, and exertion)
Semua utang rasaku kepada teman-temanku, kepada orang tuaku, kepada
saudara-saudaraku, kepada keluaraku, kepada tetanggaku, kepada guru-guruku, dan
kepada semua orang yang tanpa kusadari memberi kontribusi dalam hidupku, tak
akan pernah bisa kubayar biar bagaimana pun. Hanya waktu, tenaga, dan pikiran
yang bisa kubayarkan, namun utang rasa tak akan pernah bisa kubayar.
Urip,
urip
(life, life)
Urip
mung sadelo mampir ngombe mbayar utang Utang roso nang kancane
(life is but a moment like stopping for a
drink, paying a debt, a debt to a friend)
Utang
roso nang kabehe
(a debt of feeling to al)l
Mbayar
utang utang roso
(paying a debt, a debt of feeling)
Mbayar
sing ra bakal kebayar
(paying what cannot be paid)
Sing
tak bayar mung wektumu
(I can only pay for your time)
Sing
tak bayar mung pikiramu
(I can only pay for your thoughts)
Sing
tak bayar mung kringetmu
(I can only pay for your sweat)
Utang
Rasaku kepriye ?
(what about my debt of feeling?)
Yogyakarta, 12 April 2020
Iqbal Fahreza
“Rasa adalah bahasa tuhan
selebihnya adalah terjemahan yang buruk.”
(salah satu
komentar dari seseorang di video lagu Utang Rasa di youtube Sudjiwo Tejo)