Kamis, 30 April 2020

#AprilProduktifDay30 - Salam Satu Panel



Sekitar satu atau dua bulan lalu saya sempat bertanya kepada admin grup #AprilProduktifDay ini soal komunitas-komunitas menulis, terutama sastra. Karena saya ingin mencoba membuat karya selain komik. Lalu beberapa waktu setelah itu dia memposting mengajak untuk membuat grup produktif menulis. Tanpa basa-basi kayak fakboi, saya langsung bilang saya ingin gabung.

Sudah berjalan satu bulan. Dan tanpa saya sadari banyak hal yang saya pelajari. Membuat karya dalam bentuk selain komik mungkin bukan hal biasa bagi saya, karena itu ini merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Terima kasih untuk admin grup #AprilProduktifDay, karena tanpa grupmu ini saya hanyalah mas-mas biasa yang mengaku komikus tapi malas membuat komik.

Semoga grup produktif ini masih berlanjut, tidak hanya untuk bulan april ini saja.

Sekali lagi terima kasih.

Salam Gerakan Komik Bosok.

Salam satu panel





Share This:   FacebookTwitterGoogle+

#AprilProduktifDay29 - Mupus dan Legowo



Saya tidak tahu harus menyampaikan apa. Apa ya, saya tidak tahu apa yang harus orang lain tahu. Mungkin untuk sekarang ini memang ada beberapa hal yang berkecamuk di dalam pikiran saya. Namun bukan untuk saya eksekusi di sini. Ada yang saya eksekusi dalam bentuk komik (memang kayaknya komik semua sih). Tungguin saja, dan bukan di sini, tapi di platform lain.

Oh ya, mungkin ada hal yang ingin saya sampaikan bahwa mari belajar untuk memperluas sudut pandang. Karena ini penting terutama di masa di mana banyak orang lebih mudah langsung menyerang daripada ber-tabayun lebih dahulu, terutama di sosial media. Apapun yang dipost orang yang penting komentar dahulu, serang dulu, nyiyirin dulu, tanpa tabayun atau mencari informasi lain terlebih dahulu.

Selain itu, mari belajar untuk lebih legowo dalam menghadapi hidup. Suatu waktu saya menonton video sebuah acara Maiyahan, namun bukan Cak Nun tapi putranya, mas Sabrang. Mas Sabrang menjelaskan bagaimana mupus dalam hidup. Sebagai contoh, dulu ada isu harga rokok naik hinggan 50 ribu, namun dengan mupus maka berpikirnya akan berbeda, “iya ya, rokok harga 15 ribu saja nikmat sekali, apalagi kalua 50 ribu”. Itu hanya sebagai contoh (saya mohon maaf terhadap contoh tersebut untuk orang-orang tidak suka rokok bahkan sampai benci perokok). Misal ada masalah yang sampai membuat pusing sampai stres, jika kita legowo dan mupus, maka kita akan berpikir “iya ya ini baru masalah begini saja kok, saya pasti bias menghadapi ini, soalnya nanti pasti ada lagi masalah yang lebih berat, jadi ini bukan apa-apa”.

Memang hal-hal tersebut tidaklah mudah. Saya sendiri selalu mencoba mempraktikkannya. Dan memang tidak mudah.

Sekian.









Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Selasa, 28 April 2020

#AprilProduktifDay28 - Pendekar Penyair




Abdullah bin Rawahah merupakan salah satu dari 12 utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan kaum Anshar. Mereka yang berbaiat dalam Baiat Aqabah Ula (pertama). Rasulullah sangat suka dengan syair-syair Abdullah bin Rawahah.

Abdullah bin Rawahah sangat berduka ketika turun ayat "Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat." (QS Asy-Syu'ara: 224). Namun kemudian terhibur ketika turun ayat "Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya." (QS Asy-Syu'ara: 227).

Abdullah bin Rawahah juga sering tampil dalam medan-medan pertempuran seperti Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar. Tidak lupa juga syair-syairnya digunakan untuk menyemangati kaum muslimin dalam perang.

Kemudian ketika perang Mu’tah, perang elawan Romawi, kaum muslimin yang kalah jauh jumlah pasukannya dengan pasukan Romawi, merasa sedikit khawatir menyarankan untuk meminta bantuan kepada Rasulullah. Lalu Abdullah bin Rawahah mengeluarkan syairya yang kemudian para kaum muslimin menjadi bersemangat dan langsung maju menerjang pasukan musuh.

Zaid bin Haritsah yang memimpin pasukan pertama gugur sebagai syahid. Kemudian panji perang diraih Ja’far bin Abi Thalib yang memimpin pasukan kedua. Kemudian Ja’far juga gugur sebagai syahid. Lalu Abdullah bin Rawahah meraih panji perang dan melanjutkan peperangan, dan Abdullah bin Rawahah pun gugur sebagai syahid menyusul dua sahabatnya, Zaid dan Ja’far.

Dikisahkan bahwa ketika perang Mu’tah berkecamuk, Rasulullah yang sedang berkumpul dengan para sahabat dalam suatu majelis tiba-tiba terdiam dan meneteskan air mata. Para sahabat menanyakan perihal tersebut, lalu Rasullulah menceritakan tentang Zaid, Ja’far, dan Abdullah bin Rawahah yang gugur sebagai syahid. Lalu Rasullah bersabda bahwa mereka bertiga diangkat ke surga.

Selain Abdullah bin Rawahah, ada juga Hassan bin Tsabit yag juga merupakan penyair muslim ulung yang dengan syair-syairnya telah memadamkan semangat kaum musyrikin, dan membangkitkan semangat kaum muslimin.




Referensi:
https://republika.co.id/berita/llhvqt/kisah-sahabat-nabi-abdullah-bin-rawahah-penyair-rasulullah
https://republika.co.id/berita/ppmxb2458/penyair-yang-membela-islam-di-zaman-rasul








Share This:   FacebookTwitterGoogle+

#AprilProduktifDay27 - Masih Polos



Dulu ketika saya masih kelas 4 Madrasah Ibtidiyah, saya ikut ngaji pasanan (mengaji di bulan puasa) di mushala dekat rumah saya yang saat itu kitab kuning yang dikaji adalah kitab Safinatun Naja, sebuah kitab fikih klasik yang sangat ringan untuk dikaji. Saya adalah yang paling kecil dan paling muda di antara semua yang mengaji, sedangkan yang lain sudah besar-besar. Saat itu sedang membahas bagaimana membersihkan hadast besar karena keluar air mani.

Lalu dengan kepolosan saya yang saat itu masih kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah, saya bertanya, “Pak Kiyai, air mani itu apa ya?”.

Seketika semua orang kecuali saya tertawa terbahak-bahak selama beberapa menit, sedangkan saya diam kebingungan.









Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Minggu, 26 April 2020

#AprilProduktifDay26 - KH Suyuthi Abdul Qodir

Saya tidak terlalu tahu soal apa itu Ma'unah. Saya ingin bercerita singkat tentang pendiri pondok pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati, tempat saya dulu menimba ilmu, yaitu KH Suyuthi Abdul Qodir.

Waktu itu sedang marak-maraknya G-30 S/PKI. Sekelompok PKI datang dari Semarang utnuk menculik dan membunuh beliau. Mengingat beliau adalah tokoh agama yang sangat terkemuka di daerah Pati. Tapi, dengan kuasa Allah SWT, PKI tidak dapat menemukan beliau, walaupun mereka telah menggeledah seisi rumah. Padahal saat itu, KH. Suyuthi sedang berada di beranda rumah. Subhanallah!

Cerita ini sangat populer dan sering diangkat di majalah sekolah saya.

Sekian.





Share This:   FacebookTwitterGoogle+

#AprilProduktifDay25 - Kullu Nafsin Dzaiqotul Maut

Saya tidak tahu soal kematian, karena saya belum pernah mati. Yang kutahu adalah setiap yang bernyawa akan mati, kullu nafsin dzaiqotul maut. Berarti siapapun dan apapun akan mencicipi kematian.

Dan yang kutahu bahwa kehidupan dan kematian bukan dua hal yang berdiri sendiri-sendiri. Keduanya adalah sebuah kesatuan. Seperti halnya siang dan malam. Siang dan malam bukanlah hal yang masing-masing berdiri sendiri, keduanya adalah satu. Seperti itulah kehidupan dan kematian





Share This:   FacebookTwitterGoogle+

#AprilProduktifDay24 - Ya Tawwab Tubb 'Alaina

Saya merindukan ketika selesai tadarusan di bulan Ramadhan di Mushola dekat rumah saya, yaitu melantunkan syair Ya Tawwab Tubb 'Alaina yang disambung dengan syair Qod Kafani.

Yang membuat saya rindu adalah ketika pertama kali mendengar syair tersebut dilantunkan. Jadi, dulu ketika saya masih kecil pernah menjalankan puasa di sebuah desa kecil di pinggir kota Pamekasan, Madura. Di masjid tempat saya ikut shalat Tarawih, setiap selesai tadarusan langsung melantunkan syair Ya Tawwab Tubb Alaina yang disambung syair Qod Kafani. Di situlah saya melihat betapa menggembirakannya bulan Ramadhan. anak-anak kecil yang tadinya lari-larian, bermain-main, namun ketika dilantunkan syair tersebut semua anak berkumpul mengerumuni orang yang melantunkan syair tersebut dan serentak ikut melantunkan syair tersebut dengan riang gembira tanpa beban apapun.

Dan kemudian oleh bapak saya syair tersebut di bawa ke mushola dekat rumah saya untuk dilantunkan setelah tadarus di bulan Ramadhan.



Ya tawwab tubb alaina Warhamna wandur ilaina
Falihadzas-sirri ad’u  fi yasari wa ‘asari
Ana ‘abdun shoro fakhri dlimna faqri wadlthirori
Qod kafani ‘ilmu robbi min su-ali wakhtiyari
Wa bima qod halla qolbi min humumin wasytigholi
Fatadarokni biluthfin minka ya mawlal mawali
Ya karimal wajhi ghitsni qobla an yafna-shthibari
Ya sari’al ghoutsi ghoutsan minka yudrikni sari’an
Yahzimul ‘usro wa ya’ti billadzi arju jami’an
Ya qoriban ya mujiban ya ‘aliman ya sami’an
Qod tahaqqoqtu bi ‘ajzi wa khudlu i wankisari
Lam azal bil babi waqif farhaman robbi wuqufi
Wa biwadil fadl-li akif fa-adim robbi ‘ukufi
Wa lihusnidhdhonni lazim wa huwa khali wa halifi
Wa anisi wa jalisi thula laili wa nahari
Hajatan fin-nafsi ya robb faqdliha ya khoiro qodli
Wa sururin wa huburin wa idza ma kunta rodli
Falhana walbasthu hali wa syi’ari wa ditsari
Qod kafani ‘ilmu robbi min su-ali wakhtiyari



Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Kamis, 23 April 2020

#AprilProduktifDay23 - Perempuan dan Laki-laki


Aku tidak tahu banyak soal perempuan, yang kutahu bahwa ibuku adalah perempuan tiada tanding dalam hidupku. Aku memang sangat amatir jika membahas soal perempuan. Apalagi soal jatuh cinta kepada perempuan.

Soal bagaimana hubungan perempuan dan laki-laki, aku teringat salah satu bit dari Pandji Pragiwaksono dalam Stand Up Comedy-nya, bahwa perempuan butuh perhatian sedangkan laki-laki butuh pujian. Namun pada kenyataannya justru terbalik. Perempuan yang butuh perhatian justru memberi perhatian kepada laki-laki karena dia mengira laki-laki juga membutuhkan perhatian seperti dirinya. Begitu juga sebaliknya, laki-laki memberi pujian kepada perempuan karena mengira perempuan juga butuh pujian seperti dirinya. Memang benar. Tapi bukan berarti semuanya seperti itu.

Emansipasi wanita yang diusung oleh R.A. Kartini merupakan persamaan hak-hak seperti pria dalam mengenyam ilmu seluas-luasnya. Di luar hal pendidikan, emansipasi wanita juga mencakup hal yang lebih luas. Banyak perempuan yang mendapatkan pekerjaan seperti pria. Memang tidak semua pekerjaan, namun minimal tidak hanya menjadi ibu rumah tangga (tapi juga tidak ada yang salah dengan ibu rumah tangga, karena itu sebuah pekerjaan yang sangat mulia). Namun, menilik kepada anak-anak muda, sepertinya hal ini tidak terlalu berfungsi dalam hal menyatakan cinta. Mungkin di zaman dulu perempuan hanya bisa diam dan meneria saja jika ada laki-laki datang untuk menjadikan istri. Sedangkan di zaman sekarang, di era anak-anak muda, yang harus menyatakan cinta adalah laki-laki, sedangkan perempuan tidak mau menyatakan duluan, hanya memberi semacam kode-kode dan jika laki-laki tidak kunjung menyatakan cintanya akan dicap sebagai laki-laki yang tidak peka. Harusnya emansipasi wanita bisa diaplikasikan dalam hal ini. (ya memang tidak semua perempuan pasti seperti itu) (ini sebenarnya bukan soal menjadi pasangan suami istri, namun hanya soal pacaran).

Oleh karena itu, soal menyatakan cinta harusnya perempuan juga bisa untuk melakukannya dulu dan tidak perlu menunggu si laki-laki yang menyatakan terlebih dahulu. Mungkin saja si laki-laki memang tidak jatuh cinta kepadamu. Atau jika memang tidak ingin menyatakan cinta ya sudah. Memang tidak ada solusi di sini. Silahkan tentukan solusimu sendiri. Sekian.








Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Rabu, 22 April 2020

#AprilProduktifDay22 - Harapan dan Kecewa

















Share This:   FacebookTwitterGoogle+

#AprilProduktifDay21 - Kisah Horor saya


Suatu ketika saya sedang menggambar di laptop dengan sebuah software.

Saya sudah menggunakan banyak layer.

Lalu tiba-tiba muncul notifikasi di layar laptop, “The Application has stopped working”.

Seketika saya berteriak, 


“*&^%$#@!!!!!!!,,, LUPA BELUM DISAVE!!!!!!!!”

Lalu hilanglah semangat saya bersamaan dengan hilangnya file gambar saya tersebut yang lupa saya save.











Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Minggu, 12 April 2020

#AprilProduktifDay12 - Utang Rasa


 UTANG RASA



Tepat sebelum saya menulis ini saya menemukan video IGTV dari bapak presiden Jancukers, Mbah Sudjiwo Tejo, yang berisi video-video #UtangRasa dari berbagai seniman, dan saya kaget ketika Iwa K, salah satu rapper idola saya juga ikut membuat video #UtangRasa. Lalu saya mencari video asli lagu Utang Rasa di Youtube, di channel youtube mbah Tejo sendiri. Seketika mata saya berkacakaca (ya memang saya memakai kacamata sih). Saya terharu teringat oleh teman-teman saya, keluarga saya, adik-adik saya, dan orang tua saya. Oleh karena itu, akan saya nyayikan lagu Utang Rasa tersebut (meskipun saya belum hafal nadanya).


Urip, urip
(life,life)
Urip mung sadelo …
(life is but a moment)
Hidup hanya sebentar. Bukan soal hitungan jam, hari, bulan, dan tahun.


Urip, urip
(life, life)
Urip mung sadelo mampir ngombe
(life is but a moment like stopping for a drink)
Hidup hanya sebentar seperti orang yang berhenti untuk minum. Dulu ketika awal-awal saya kuliah, ibu saya berkata ke bapak saya, “iya ya, sekarang anak kita sudah kuliah, sepertinya kemarin kita baru mendaftarkan dia di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP)”. Seperti yang saya rasakan sekarang, rasanya baru beberapa waktu lalu saya mulai menjejakkan kaki di tanah Jogja, tenyata saya sudah hampir 7 tahun di sini.


Urip, urip
(life, life)
Urip mung sadelo mampir ngombe mbayar utang
(life is but a moment like stopping for a drink , paying a debt)
Hidup juga seperti membayar utang. Awalnya utang, mencari cara untuk membayar utang, utang lagi, begitu seterusnya.


Urip, urip
(life, lfe)
Urip mung sadelo mampir ngombe mbayar utang, utang roso nang kancane
(life is but a moment like stopping for a drink, paying a debt, a debt to a friend)
Banyak sekali utang rasaku kepada seluruh teman-temanku. Utang rasa kepada teman-teman masa kecilku, yang ketika saya menginjak usia Madrasah Tsanawiyah kalian sudah menapaki jalan kalian masing-masing. Kalianlah yang mengisi sebagian masa kecilku. Kalian yang tanpa kalian sadari telah menghiburku ketika saya habis dimarahi bapakku.

Utang rasaku kepada teman-temanku di Madrasah Tsanawiyah yang mengajariku berbagai hal. Mengajariku bermain internet, mengajariku bermain Facebook, dan mengajariku membolos untuk bermain Play Station sampai aku di sidang oleh wali kelasku.

Utang rasaku kepada teman-temanku di Madrasah Aliyah. Kalian semua sudah mengajariku banyak hal, membuat pandanganku semakin luas. Mengajariku menggunakan semua kesempatan yang ada walaupun dalam kesempitan. Mengajariku meluaskan kesempatan walaupun dalam kesempitan. Terutama teman-teman satu kamar di kamar Abdullah bin Umar di Komplek F Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati. Kepada seorang teman yang mengenalkanku kepada musik hiphop yang sampai sekarang aku masih jatuh cinta dengan musik ini.

Utang rasaku kepada teman-teman yang kukenal semasa kuliah. Kepada teman-temanku, lima orang yang masing-masing saya juluki “Si Dukun”, “Si Salik”, “Si Gelap”, “Si Ngefly Setrika”, “Si Sesepuh”, dan tambah satu orang “Si Takmir”, jadi enam orang. Kalianlah yang tanpa kalian sadari menuntunku menempuh jalan yang sedang kulalui. Begitu juga dengan “Jayus” yang tiba-tiba datang membuatku utang rasa kepadanya dan sekarang entah dimana dia berada.

Utang rasaku kepada seorang teman sekaligus seorang guruku yang sudah rela megajariku tentang segala hal dalam membuat komik. Seorang yang selalu saya kagumi dari sejak karyanya yang berjudul “Supi”, “Babad Jahiliyah”, “Bainahuma”, “Si Toyeb”, “Kadet Soewoko”, “22 Tokoh Kekasih Allah”, sampai “Sejuknya Hati Hamba Ilahi”, dan karya-karyanya yang lain.

Utang rasaku kepada seorang teman yang menjadi tempatku untuk membahas soal perempuan dan jatuh cinta.


Kang mongko utang roso ra mung nang kancane
(although a debt of feeling is owed not just to friends)
Kang mongk utang roso yo ro wong tuwane
(but also to our parent)
Yo sanak yo kekadang yo sadulur yo barayat yo tanggane
(to family near and far, to neighbours)
Sak kabeh kabeh kabehe …
(and to many more)
Utang rasaku yang bahkan tak bisa diukur oleh apapun di dunia ini kepada orang tuaku. Merekalah yang dengan sepenuh hati dan segenap jiwa mendukungku ketika kuambil jalan yang berbeda dengan yang mereka harapkan. Kepada bapakku yang dengan kebodohanku baru kutahu bahwa pelukanmu jauh lebih hangat dari semua selimut yang pernah kupakai. Yang dengan kebodohanku baru kutahu lima tahun terakhir ini ketika pertama kali kupeluk engkau di saat akan berangkat haji. Yang dengan kebodohanku pernah membuatmu menangis kecewa yang baru kutahu ketika ibu bercerita kepadaku. Lalu kepada ibuku yang aku paham bahwa engkau selalu berkaca-kaca menahan haru ketika aku melangkah selangkah lebih maju, ketika aku sampai pada sebuah pencapaian. Aku tahu bahwa itu adalah salah satu doamu dan doa bapak yang telah dikabulkan. Kepada adikku yang sudah melangkah jauh di depanku. Yang sudah jauh melangkah melampaui harapan bapak dan ibu.


Ra kebayar utang-utang rasaku
(I cannot repay my debt of feeling)
Sing tak bayar among pikiran lan tenagamu
(I can only pay for thoughts and energy)

Ra kebayar utang-utang rasaku
(I cannot repay my debt of feeling)
Sing tak bayar mung wektu pikiran lan ototmu
(I can only pay for time, thought, and exertion)
Semua utang rasaku kepada teman-temanku, kepada orang tuaku, kepada saudara-saudaraku, kepada keluaraku, kepada tetanggaku, kepada guru-guruku, dan kepada semua orang yang tanpa kusadari memberi kontribusi dalam hidupku, tak akan pernah bisa kubayar biar bagaimana pun. Hanya waktu, tenaga, dan pikiran yang bisa kubayarkan, namun utang rasa tak akan pernah bisa kubayar.


Urip, urip
(life, life)
Urip mung sadelo mampir ngombe mbayar utang Utang roso nang kancane
(life is but a moment like stopping for a drink, paying a debt, a debt to a friend)

Utang roso nang kabehe
(a debt of feeling to al)l
Mbayar utang utang roso
(paying a debt, a debt of feeling)
Mbayar sing ra bakal kebayar
(paying what cannot be paid)

Sing tak bayar mung wektumu
(I can only pay for your time)
Sing tak bayar mung pikiramu
(I can only pay for your thoughts)
Sing tak bayar mung kringetmu
(I can only pay for your sweat)
Utang Rasaku kepriye ?
(what about my debt of feeling?)



Yogyakarta, 12 April 2020

Iqbal Fahreza



Rasa adalah bahasa tuhan 
selebihnya adalah terjemahan yang buruk.
(salah satu komentar dari seseorang di video lagu Utang Rasa di youtube Sudjiwo Tejo)

Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Sabtu, 11 April 2020

#AprilProduktifDay11 - Petis Runting dan Mie Ayam Pangsit Pak Supar


MARI MEMAHAMI TUBUH KITA



Petis Runting Khas Pati
Awalnya dulu ketika 6 tahun bersekolah di kabupaten Pati, saya tidak pernah tahu soal makanan ini. Baru ketika masuk perkuliahan, ketika main ketempat teman saya, saya diajak untuk makan petis ke sebuah warung. Bayangan saya petis seperti petis dari Madura atau dari Sarang (karena keduanya saya sudah pernah saya makan). Ternyata tidak. Seperti gulai, tapi beda. Memiliki tekstur yang khas dan cukup kuat. Jika disearch di google namanya Petis Runting. Tapi dikalangan teman-teman saya hanya menyebut “petis” saja. Di google kebanyakan menyebutkan bahwa Peyis Runting memakai daging kambing, tapi tidak sedikit juga warung-warung yang menggunakan ceker ayam. Harganya juga murah, kalau tidak salah 5000an rupiah.

(Sumber gambar: link)


Mie Ayam Pangsit Pak Supar
Sebenarnya seperti mie ayam pangsit umumnya. Tapi entah kenapa, dari semua mie ayam yang pernah saya makan di Jogja, Cuma mie ayam pangsit Pak Supar ini yang paling enak. Saya dari dulu mencari tahu apa yang membuat saya merasa bahwa mie ayamnya pak Supar ini enak dan beda. Mungkin kalian harus mencobanya supaya tahu apa yang saya maksud.

Letaknya di Jl. Pedak baru 16/07, Banguntapan, Bantul. Dulu pak Supar masih pakai gerobak keliling dan mangkal di depan kontrakanku yang dulu di Gowok. Tapi sekitar 2 tahun kemudian pak Supar membuka warung. Yang unik lagi dari pak Supar adalah ketika mengantar mie ayam (beliau juga melayani delivery untuk warga di sekitar warungnya). Beliau menggunakan sepeda dengan tangan kiri memegang stang sepeda dan tangan kanan membawa nampan berisi 4-6 mangkok mie ayam. Belum lagi ketika hujan, tangan kiri memegang stang sepeda, tangan kanan membawa nampan berisi 4-6 mangkok mie ayam, ditambah payung yang dijepit leher dan pundak kanannya. Sungguh skill yang sangat hebat. Oh ya, harga mie ayam pangsit Pak Supar berkisar 7.500 rupiah.

(Sumber gambar: link)

(Sumber gambar: link)

Ilustrasi skill pak Supar (Sumber gambar: dokumen pribadi)


Terlepas dari soal apa yang kita makan, sebenarnya kita harus memahami soal tubuh kita. Misalnya kita harus mengetahui porsi seperti apa yang harus kita konsumsi. Karena ada yang makan satu piring sudah kenyag, ada yang setengah piring sudah kenyang, ada yang dua piring baru kenyang. Kita harus tahu makanan apa yang bisa dikonsumsi oleh tubuh kita. Misalnya ada makanan yang dimakan orang tidak berdampak apa-apa, tapi ketika kita makan malah menimbulkan penyakit. Itulah kenapa kita harus memahami tubuh kita.

Yogyakarta, 11 April 2020
Iqbal Fahreza

Share This:   FacebookTwitterGoogle+

Popular Posts

Recent Posts

Categories

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © Gerakan Komik Bosok | Powered by Blogger
Design by Blog Oh! Blog | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com