Mengulas Jalan Yang Telah Dilalui dan Mimpi Yang Akan Ditapaki
oleh: Iqbal Fahreza
Mungkin
masih banyak orang yang beranggapan bahwa komik adalah bacaan untuk anak-anak,
termasuk orang tua saya. Memang tidak salah, karena dari awal kartun-kartun
yang ditayangkan di TV-TV Indonesia kebanyakan ditargetkan untuk anak-anak. Promosi
kartun di TV pun memberikan keterangan bahwa kartun adalah tontonan untuk anak.
Begitu pula dengan took-toko buku yang masih ada yang meletakan komik di rak
buku anak, padahal belum tentu komik pasti memiliki konten untuk anak-anak. Maka
dari itu, jika masih banyak orang yang berpikiran bahwa komik adalah hal yang
tidak salah.
Namun,
bukan berarti semua komik adalah bacaan untuk anak. Jika menilik manga-manga
dari Jepang, banyak sekali yang memuat konten dewasa, atau minimal memberi
servis kepada pembaca berupa pakaian minim pada karakter dalam komiknya. Terlepas
dari itu semua, pergerakan komik Indonesia juga sedang menggeliat menuju puncak
kejayaan. Dengan keunikan-keunikan para komikus Indonesia yang kreatif dengan
menyadur konteks-konteks eksplisit yang mungkin belum tentu bisa dilakukan oleh
komikus lain. Maka dari itu, saya ingin memperkenalkan dua komik ini walaupun
sebenarnya dua komik ini sudah terkenal.
Sejuknya
Hati Hamba Ilahi: Mengenal AL Hikam Ibnu Atha’illah karya Husni Assaerozi dan
Sen Seno
Saya
yakin sangat banyak yang tahu tentang kitab Al Hikam yang dikarang oleh Imam
Ibnu Atha’illah Al Iskandari karena memang kitab ini sangatlah terkenal. Tidak hanya
dikalangan pesantren, namun saya yakin dikalangan orang-orang yang memperlajari
filsafat dan tasawuf juga mengenal kitab Al Hikam. Namun, pernahkah
membayangkan jika kitab Al Hikam dijadikan komik?
Memang
bukan keseluruhan isi Al Hikam dijadikan komik, namun beberapa hikmah-hikmah
yang ada dalam Al Hikam diambil untuk dituangkan dalam sebuah komik. Tokoh sentral
dalam komik ini adalah Roma. Roma adalah sesosok lelaki yang nyeleneh yang
berkeliaran di sebuah daerah, namun dalam berkeliarannya tersebut dia sebenarnya
juga menyampaikan intisari-intisari dari kita Al Hikam dengan gaya yang
nyeleneh dan unik.
“Tekad
adalah kekuatan yang mampu mempengaruhi sesuatu. Namun, tekad ini tak akan
berpengaruh apa-apa, kecuali dengan takdir dan ketentuan Allah”. Itu adalah
salah satu hikmah dari kita Al Hikam yang diambil dalam komik ini. Dari hikmah
tersebut diceritakan ada seorang komikus yang setiap hari hanya membuat komik
saja sampai dia tidak melakukan ibadah-ibadah wajib bagi seorang muslim. Lalu datanglah
Roma berbincang kepada si komikus. “Sungguh indah apabila yang kau cita-citakan
ini kau sandarkan pada Tuhan, Sang Maha Kehendak Segala Hal”, kata Roma kepada
si komikus. Ketika saya membaca dialog Roma tersebut, seketika saya teringat
kepada seorang komikus yang sangat terkenal di Indonesia, Alex Irzaqi. Beliau,
Alex Irzaqi, pernah menyampaikan melalui akun media sosialnya untuk berkarya
dengan menyandarkan setiap karya kepada Allah. Inilah yang mungkin masih belum
saya lakukan bahkan sampai saat ini. Alex Irzaqi (seingat saya) juga
melanjutkan dalam apa yang disampaikan tersebut bahwa sandarkan karyamu kepada
Allah supaya Allah selalu menjaga karya-karyamu.
Kembali
soal komik ini, saya sangat kegirangan ketika mas Husni Assaerozi dan mas Sen
Seno bercerita tentang proyek pembuatan komik ini (iya, saya memang kenal
dengan mas Husni dan mas Seno). Kemudian ketika saya membaca komik ini dalam
pertama kalinya, saya sangat terharu. Bagaimana tidak, untuk kesekian kalinya saya
kembali terkagum dengan kemampuan mas Husni dalam membuat hikmah-hikmah yang
ada dalam kitab Al Hikam menjadi sebuah komik yang disampaikan secara mudah dan
gampang dipahami. Ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Kemudian hal itu
dikolaborasikan dengan goresan indah dari mas Seno. Ini merupakan sebuah kolaborasi
yang sangat saya kagumi sampai sekarang.
Ini
bukan endorse tapi jika ingin
memiliki komik ini bisa dicari di toko-toko buku dan toko-toko online.
Ngobrol
Sama Deadline: Untold karya Dhean De Nauli
Pernah
membaca komik dengan cerita yang berat? Cerita tetang kegelapan dalam diri? Komik
karya mbak Dhean De Nauli ini menyuguhkan konten yang cukup berat, dan (menurut
saya) sangat tidak cocok untuk dibaca anak-anak.
Komik
ini tentang sesosok “Cameo” yang dibunuh oleh pemiliknya sendiri. Setiap manusia
memiliki cameo. Cameo adalah perwujudan dari sisi gelap manusia. Mereka hidup
dengan memakan energi negatif yang dikeluarkan orang-orang. Tokoh utama dalam komik
ini adalah seorang perempuan memiliki
sesosok cameo yang lahir dari kecemburuhan, kemarahan, dan keangkuhannya. Cameo
tersebut diberi nama “Deadline”. Deadline memiliki Sabit Penebas Mimpi, dan si
perempuan sudah pernah menggunakan sabit itu sekali untuk membunuh mimpinya. Sepanjang
komik ini bercerita bagaimana kehidupan si perempuan setelah menebas mimpinya
yang membuat hidupnya semakin terpuruk. Puncaknya ketika ayah si perempuan
meninggal dunia, hingga akhirnya si perempuan memutuskan untuk membunuh
Deadline, cameo miliknya. Seteah dia membunuh cameo miliknya, datanglah sesosok
yang menjemputnya menuju kematian. Di situ pulalah dijelaskan bahwa cameo
adalah nafsu yang ada dalam diri manusia. Cameo akan terus melakukan apapun
agar manusia terus memproduksi energi negatif, dan finalnya merekan akan
meminta manusia untuk bunuh diri. Di situlah si perempuan mengetahui bahwa
membunuh cameo sama dengan bunuh diri.
“Pembunuh
impian adalah pembunuh paling buruk. Dia mengubah seorang manusia menjadi
seonggok daging hidup yang tidak memiliki gagasan. Dan seburuk-buruknya
pembunuh impian adalah mereka yang membunuh mimpinya sendiri”. Dialog ini
seperti menampar diri saya. Jangan-jangan saya sudah membunuh mimpi saya
sendiri tanpa saya sadari. Atau malah saya selama ini hanya menuruti permintaan
dari cameo yang ada dalam diri saya.
Dari
apa yang saya dapat setelah membaca komik ini adalah mimpi yang membuat manusia
terus berjuang terutama untuk melakukan kebaikan, dan jangan sampai
dikendalikan oleh nafsu. Uniknya adalah hal tersebut diceritakan dengan cara
yang berbeda dan unik. Keunikan ini juga yang membuat karya-karya mbak Dhean
sangat menarik bagi saya. Bahkan juga menjadi salah satu inspirasi saya dalam
komik-komik yang sudah saya buat (walaupun memang kualitasnya masih jauh dari
karya-karya mbak Dhean).
Sekali
lagi ini bukan endorse, tapi kalau
ingin memiliki komik ini silakan menghubungi akun social media mbak Dhean De
Nauli karena komik ini dicetak secara indie, bukan lewat penerbit. Siapa tahu
masih ada stok.
Kembali
lagi ke awal
Komik
itu seperti film, ada ratingnya. Entah rating itu secara langsung diperlihatkan
atau tidak. Oleh karena itu tidak semua komik adalah bacaan anak. Sebenarnya sudah
tugas orang tua untuk memilah mana yang layak dikonsumsi anaknya (seharusnya
saya tidak mengatakan ini karena saya belum punya anak, istri saja belum
punya).
Terlepas
dari persoalan “tidak semua komik adalah bacaan anak”, jika menilik dari dua
komik di atas (entah ini nyambung atau tidak dengan penjelasan dua komik di
atas) bahwa banyak hal dapat diambil hikmahnya. Tidak hanya dari hal yang baik
saja tapi dari hal yang buruk juga, karena hikmah tidak hanya dari hal baik
saja. Jadi, karena saya sdah tidak tahu lagi mau menulis apa, maka saya
cukupkan sekian. Terima kasih.
Saya jadi berpikir, kapan yang terakhir kali baca buku komik. Btw saya pernah follow kak Dhean haha, gocak kadang.
BalasHapusmemang mbak dhean kadang kocak, entah beliau sadar atau tidak. hahaha
HapusIntinya sebagai pembaca harus pinter-pinter pilih komik yg memang bermutu, hehe.
BalasHapusOhiya anak-anak emang perlu banget diawasi saat memilih komik karena.... Tau sendirilah yah, hehe.
nah itu, soalnya saya pernah lihat komik teman saya yang isinya belum saatnya dibaca anak-anak, tapi di gramedia ditauh di rak "children book"
HapusJadi pengem baca komik lagi hehe, satu satunya komik yang menemani saya dari kecil sampe gede ya cuma detektif conan aja nih. Kurang luas bacaan komik saya🤧
BalasHapussepertinya beberapa perempuan yang saya kenal pada suka detektif conan. apakah conan merupan mokik shoujo (ditujukan untuk remaja perempuan)??
Hapus