Oleh: Iqbal M. Rinanda
Suara teriakan dari perut terus terdengar bising
Bersaut-sautan dengan detak jarum jam dinding
Perut kosong, kepala pusing, seperti orang sinting
Bukan vokalis Nidji tapi rasa lapar terus menggiring
Perut kerontang tak pernah bisa membusung
Karena padi dan beras sudah tak ada di lumbung
Katanya tanah di sini adalah tanah yang beruntung
Namun kemiskinan seperti asap terus membubung
Bukan domba tapi nasib terus diadu
Seorang ibu menggendong anaknya yang berumur tak lebih dari
satu
Berkeliling di perempatan meminta receh tapi sedikit yang membantu
Tapi tak menyerah terus meminta dengan tatapan haru
Setiap sudut selalu ada celoteh mulut manusia
Berisik dan mencibir seakan itu adalah sebuah karunia
Bahkan tak sedikit yang mebuatmu tak lagi merasa “aku bisa”
Dan senang jika kamu berantakan seperti pantun tanpa rima
Yogyakarta, 16 Oktober 2020