Selasa, 12 Maret 2019
Siapapun Bisa Menjadi Apapun
Posted under Opo Wae on Maret 12, 2019 with
Tidak ada komentar

(catatan saya ketika menonton wawancara
Husni Assaerozi di TV9 Nusantara)
Oleh: Iqbal Fahreza
Siapa
yang mengira bahwa seorang santri pun bisa menjadi komikus. Itu yang saya
rasakan ketika saya mengenal mas Husni Assaerozi. Dia adalah seorang santri di
Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya. Saya tak menyangka bahwa dia
adalah kakak kelas saya semasa di Madrasah Aliyah ketika saya masih nyantri di
Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati. Rumahnya pun berada
di desa Guyangan, sangat dekat dengan sekolah dan pesantren tempat saya nyantri
dulu.
Sekarang
dia menjadi seorang komikus yang bisa dibilang terkenal. Apalagi ketika komik
Si Toyeb: Suka Cita Anak Pesantren beredar di toko-toko buku (tidak terkecuali
toko buku online), semua orang mulai dari santri sampai ustadz
berbondong-bondong untuk membeli komik tersebut. Karena memang (sepertinya)
baru kali ini komik yang mengangkat kehidupan di pesantren berada di rak-rak
Gramedia dan Togamas. Tentunya hal ini adalah fenomena yang anti mainstream.
Beberapa
bulan lalu, tepatnya beberapa hari sebelum tanggal 16 Desember 2018, saya terkejut
ketika mas Husni Assaerozi memberitahu saya bahwa pada tanggal 16 Desember 2018
pukul 12:30 WIB di acara Jurnal Muda di channel TV9 Nusantara ada
bincang-bincang dengan narasumber dia sendiri, Husni Assaerozi. Berikut
cuplikan bincang-bincangnya:
P = Presenter
H = Husni Assaerozi
P : Assalamu’alaikum, kak Husni.
Selamat datang.
H
: Wa’alaikumsalam.
P : Gimana kabarnya, kak Husni?
H
: Alhamdulillah baik.
P : Kak Husni asli dari mana, sih?
H
: Asli dari Pati, Jawa tengah.
P : Luar biasa, dari Jawa tengah ke
sini (saya tidak tahu yang di maksud “ke sini” itu ke Surabaya atau ke Studio
TV9 Nusantara).
H
: Dari Jawa tengah, lulus Madrasah Aliyah langsung nyantri di Surabaya.
P : Nyantri di mana?
H
: Di Kedinding, Pondok Pesantren yang diasuh oleh KH Asrori Al-Ishaqi (Ponpes
Al-Fithrah Surabaya).
P : Berarti sudah berapa tahun di
sini (di Surabaya)?
H
: Di sini... 6-7 tahunan.. ya.. 7 tahun.
P : Kita Kembali ke komik nih,
masalah Si Toyeb, karena yang terkenal Si Toyeb ini, kenapa namanya Toyeb?
H
: Toyeb sendiri ini artinya kan “baik”. Terus waktu dulu, sebelumnya, waktu
sekolah di Pati sudah membuat komik di majalah sekolah, itu saya kasih judul Si
Jalal. Waktu membuat lagi di Surabaya, di buletin Al-Fithrah, Al-Fithrah kan
ada majalahnya tapi gak ada komiknya, nah.. ini kesempatan untuk mengirim karya
komik ke (majalah) pondok. Ternyata, Alhamdulillah langsung keterima. Tapi saya
bingung, pakai karakter yang dulu lagi atau... akhirnya cari karakter lagi.
Tiba-tiba teman saya nyeletuk “Toyeb lak wes” pakai bahasa Jawa. Saya pakai
Toyeb.
P : Berarti sekarang santri-santri
manggilnya (manggil mas Husni) si Toyeb, nih?
H
: Oh..nggak hehehe. Tapi kebanyakan setelah saya membuat ini (komik Si Toyeb),
kan sudah sejak majalah Al-Fithrah edisi 29 sampai edisi 87 atau 88 di pondok,
berarti sudah 5 tahunan. Akhirnya karena sering bikin karakter Toyeb, beberpa
orang manggil saya Toyeb.
P : Kalau kita bahas masalah komik
nih, sejak kapan sih mulai ngerjain komik? Apa dari kecil memang hobi baca
(komik) terus pingin jadi komikus? Atau bagaimana?
H
: Kalau dari kecil memang suka nggambar. Tapi kalau komik gak tau caranya. Tapi
ya bingung, masalahnya komik itu kan cerita yang bergambar, itu belum bisa
(waktu masih kecil). Waktu kelas 2 Madrasah Aliyah, akhirnya ada peluang menjadi
ilustrator dan membuat komik di majalah sekolah, akhirnya saya membuat komik.
Jadi ya mulai kelas 2 Madrasah Aliyah tadi. Sampai sekarang.
P : Ini Si Toyeb mau lanjut Si
Toyeb 2 atau gimana?
H
: Iya SI Toyeb 2. Ini kan rencananya trilogi, Si Toyeb: Suka Cita Anak
Pesantren, Si Toyeb: Suka Cita Remaja Pesantren, Si Toyeb: Suka Cita Alumni
Pesantren. Jadi nanti trilogi. Buku yang pertama itu anak 13 tahun, awal-awal
nyantri, baru masuk. Bagaimana dilemanya santri baru. Yang kedua, Si Toyeb:
Suka Cita Remaja Pesantren ini tentang dilemanya seorang remaja yang waktu itu
gejolaknya masa-masa muda, ramai-ramainya kumpul sama teman, pergaulan. Itu
gejolaknya di buku 2. Nah yang ketiga, Si Toyeb: Suka Cita Alumni Pesantren.
Tentang kisah dari beberapa santri yang lulus itu seperti apa. Ada yang seperti
ini, ada yang seperti itu.
P : Yang luar biasa adalah salah
satu anak yang membuat skripsi menggunakan (objek penelitian) SI Toyeb ini.
Bisa diceritakan seperti apa kok bisa dijadikan skripsi?
H
: Ini kan baru 6 bulanan Si Toyeb rilis. Selama ini sudah ada 3 Mahasiswa yang
menjadikan (komik ini) skripsi. Salah satunya dari Ma’had Ali itu mau
menjadikan jurnal tugas akhir di Ma’had Ali. Jadi total ada 4. Untuk yang sudah
jadi ini (yang sudah dishare di instagram Si Toyeb) mahasiswa UNISA, jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan mahasiswanya menjadi mahasiswa lulusan
terbaik.
P : Ada gak sih pemikiran dari kak
Husni sendiri tentang komik tapi berdakwah juga?
H
: Kalau dikatakan dakwah ya mungkin yang menilai orang lain. Tapi kalau dari
saya berkarya karena senang. Senang kalau misalnya berkarya kan kita harus
mempertimbangkan bagaimana karya ini ketika orang membacanya bisa mendapatkan
ilmu, positif, senang, hiburan, dapat banyak hal.
P : Kalau soal Si Toyeb, respon
dari pembaca apa yang sering mereka sampaikan?
H
: Respon dari pembaca kebanyakan mereka bernostalgia. Misalnya mereka yang
sudah berumur di atas 30, mereka ada yang sampai terenyuh karena kangen
masa-masa mondok. Teman-teman yang dulu berjuang bareng di pesantren, sekarang
sudah jadi orang. Ya teringat jaman dulu tidur diobrak, tidur bareng, makan bareng.
P : Si Toyeb sendiri ceritanya
berawal dari pengalaman pribadi atau gimana nih?
H
: Banyak yang bilang kalau ini pasti pengalaman pribadi komikusnya (“oh iya ini
adegan si Toyeb yang nakal pasti pengalaman pribadi ni hehehe” sahut
presenternya). Hehehe nggak, padahal kan saya pendiam hehehehe. Gini, ini kan
memang di desa, rumah saya deket banget sama pesantren (lingkungan pesantren).
Dari TK sampai lulus Madrasah Aliyah sekolah di pesantren (dekat rumah) di
Pati, di desa Guyangan, di Raudlatul Ulum. Belajar komik di pesantren di sana,
terus pindah ke Surabaya juga (nyatri). Karya yang baik (kan) yang dihasilkan
dari sekitar dulu, apa yang kita tahu, apa yang di sekeliling kita. Ini seperti
karya yang riil, yang mendekati kejujuran. Jadi ini sebagian dari pengalaman
pribadi, sebagian dari teman, sebagian dari tanya-tanya, sharing-sharing, dan lihat dari akun-akun (santri) di media sosial.
P : Nah kalau referensi, kak Husni
dapat dari buku apa? Atau sosial media?
H
: kebanyakan sosial media. Saya lihat akun-akun santri, meme santri.
P : Untuk Si Toyeb ini sudah berapa
kali cetak?
H
: Karena masih 6 bulan, jadi masih belum ada kabar cetak ulang. Masih proses.
P : Buku Si Toyeb ini dipasarkan di
mana, sih?
H
: Dipasarkan di seluruh Gramedia dan Togamas, di toko online juga ada. Pesan
sama Si Toyeb (akun Si Toyeb) juga ada, dapat diskon hehehe.
P : Untuk kak Husni sendiri sebagai
penulis, kreator, dan yang membuat Si Toyeb ini, yang paling menarik dari Si
Toyeb ini apa?
H
: Si Toyeb ini saya anggap sebagai diri sendiri, adik, anak, sebuah sosok yang
mewakili santri di dunia maya. Santri itu seperti ini. Tapi juga tidak bisa
satu karakter mewakili seluruh santri, jadi saya membuat karakter-karakter
pembantu. Ada santri yang seperti ini, seperti ini, seperti ini.
P : Selain ini kan (di komik Si
Toyeb) ada barcode yang berisi info tambahan, itu terpikir dari mana?
H
: Kan banyak hal-hal yang di pesantren itu sebenarnya bermanfaat sekali. Jadi
bukan hanya segi pahala tapi juga segi ilmiah. Contoh makan pakai 3 jari
(jempol, telunjuk, dan tengah), ini kan bukan hanya sunah rasul tapi juga ada
penelitian yang mengatakan bahwa jari-jari kita, jempol-telunjuk-tengah, ini
ada enzim-enzim. Kalau makan pakai 3 jari ini bisa mengikat bakteri yang ada di
dalam makanan. Seperti itu. Kayak tidur miring ke kanan itu ternyata manfaatnya
untuk tubuh.
P : Kalau dari komik Si Toyeb nih
kak Husni, ini ada crew atau memang
totlitas kak Husni mengerjakan semua sendiri?
H
: Ini pastinya ada banyak tangan, ada crew.
Kalau untuk cerita dan gambar ya saya, tapi untuk pewarnaan dan lainnyaitu dari
pihak penerbit semua yang menyediakan.
P : Selama pengerjaan Si Toyeb ini
ada kesulitan gak?
H
: Kesulitannya sih gak ada. Karena memang saya kan sudah membuat komik
beberapa. Menurut saya membuat komik yang membuat saya ringan, enak, jujur ya
sSi Toyeb ini. Karena kebiasaan saya diilustrasikan.
P : Mengapa sih ingin menyampaikan
dakwah memalui komik?
H
: Banyak Hal. Kalau saya kan menjadi pedoman saya berkarya dari sabda Imam
Ghazali mengenai “jika bukan anak raja, bukan anak ulama besar, maka menulislah”.
Sama Sahabat Ali Bin Abi Thalib, “semua penulis akan meninggal, hanya
tulisannya yang akan abadi sepanjang masa, maka tulislah sesuatu yang
bermanfaat dan membahagiakanmu di akhirat kelak”. Pinginnya karya-karya ini
bisa membahagiakan di suatu hari nanti.
P : Selain Si Toyeb, kak Husni
bikin komik lain kan, (salah satunya) “Inspirasi Kearifan Hati: 22 Tokoh Islam
Kekasih Allah, kalau yang ini ceritanya dari mana?
H
: Ini ceritanya saya ambil dari kitab Risalatul
Qusyairiyah. Kitab ini kan di bab-bab terakhirnya kan tentang kisah para
ulama-ulama. Saya tertarik sekali ketika ngaji dulu saya kepingin banget
menceritakan kisah-kisah ini ke teman-teman atau ke orang-orang “ini loh
ceritanya menyentuh banget”.
P : Untuk komik yang satunya (lagi)
ini, “Sejuknya Hati Hamba Ilahi” ini tentang apa?
H
: Kalau yang ini tentang mengenal kitab Al-Hikam
karya Imam Ibnu Athoillah. Kitab Al-Hikam
kan cenderung terkesan kitab tasawuf yang lumayan berat jika langsung dikaji.
Nah, mungkin ini (komik Sejuknya Hati Hamba Ilahi) (bisa) menjadi pengantar untuk
mempelajari (kitab Al-Hikam) biar
lebih agak ringan.
P : Untuk selanjutnya, lagi
mengerjakan komik apa ini? Atau ada rencana membuat komik apalagi?
H
: Rencananya sekarang mau mengerjakan komik tentang birrul walidain, sama Si Toyeb buku ke-2.
P : Si Toyeb buku ke-2 mau membawa
tema apa?
H
: Ya tadi, si Toyeb remaja, umur 16 tahun. Gejolak anak remaja yang berada di
pesantren. Biasanya kan pingin seperti anak-anak di luar, motor-motoran,
jiwa-jiwa membara, gak boleh bawa HP.
P : Terakhir nih kak Husni, ajak
santri dan juga generasi muda semua di Indonesia untuk bisa kreatif?
H
: Ya. Ini khususnya bagi teman-teman santri. Menulis kan tradisi intelektual
muslim. Ulama-ulama terdahulu keseluruhan punya karya, dan ini tugas kita generasi-generasi
muda khususnya para santri agar selain belajar dan mengamalkan apa yang kita
tahu ya menulis ini, sebagai tardisi intelektual kita bagi seorang pelajar.
P : Baik. Terima kasih kak Husni
atas waktunya.
H
: Sama-sama.
_
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Ini
merupakan sebuah pemicu bagi semua orang-orang, khususnya bagi santri-santri
ataupun yang sudah alumni santri untuk berkarya. Karena berkarya itu
menyenangkan.
Saya
jadi teringat dengan kalimat dari pak Win, salah satu ilustrator dan komikus
dari cerita-cerita legendaris Kho Ping Hoo atau Asmaraman S., yang selalu dia
katakan di grup whatsapp (yang saya masuk di dalamnya) yang isinya
master-master komik dan ilustrator (kecuali saya), “teruslah gelisah yang
menggembirakan’. Memang kalimat itu terasa ambigu tapi saya menyetujui. Karena
dengan gelisah, sebuah karya bisa diciptakan, sehingga berakhir gembira karena
kegelisahan bisa tertuang.
Saya
teringat juga dengan kalimat-kalimat dari pak Iman Budhi Santosa, “cateten, cateten, catenen, mboh mengko dadine
opo seng penting cateten” (“Tulislah, tulislah, tulislah, masalah nanti
tulisanmu jadi apa, entah cerpen atau esai atau yang lain, yang penting
tulislah”), dan juga kalimat beliau “aku
nulis iki ben awakmu kabeh neruske tulisanku iki” (aku menulis ini supaya
kamu semua meneruskan tulisanku ini).
Jadi,
marilah berkarya. Karena karya kita akan menjadi pemicu generasi selanjutnya
untuk berkarya.
Berkarya
dan bersenang-senanglah!
Perpustakaan Kota Yogyakarta, 19
Desember 2018